Sabtu, 06 Januari 2007

Aku Malu


Jember – Perjalanan hidup memang tak selesai dari masalah. Meskipun sudah kucoba agar tak bertemu dengan pintu masalah. Tapi tetap saja, aku harus mendapatkan dan mengeluhkanya.


Rabu (3/1/2006), sekitar pukul 20.15, aku, kerja bareng repoter radio soka fm, Gogot dan marketing radio soka fm, Edo mencoba menghargai sebuah karya. Foto-foto tragedi bencana pantai, yang terjadi 1/1/2006 lalu, kupajang utuk di pamerkan ke publik.


Saat itu harapanya, dengan memamerkan foto-foto tragedi tersebut aku bakal mendapat kritik membangun, guna kepentinganku sebagai wartawan pemula menimba ilmu agar bisa menjadi seorang jurnalis handal.


Apalagi di pameran itu, aku tak hanya sendiri. Aku mengajak satu fotografer lagi yang lebih senior. Namanya Juma’i. ia tercatat sebagai fotografer harian Radar Jember – group Jawa Pos.


Tapi diluar dugaan, kritik yang kuharapkan justru membuat aku termangu. Malam itu, aku lebih merasakan seluruh mukaku tertutup kotoran manusia yang sengaja diusapkan ke wajahku oleh temanku. Anam Mashudi, salah satu teman yang selama ini kuanggap senior dalam dunia jurnalis, justru membuat aku kecewa untuk belajar dari pengalamanya.


Bayangkan dihadapan ketua Pansus Bencana DPRD Jember, Machmud Sardjujono dan dihadapan istri Bupati Jember Ny Yuni Djalal yang hadir pada pembukaan pameran, secara lantang mengatakan, foto bocah korban banjir Panti yang kupajang adalah hasil mencuri darinya.


“kamu jangan gitu, itukan fotoku kenapa diatas namakanmu,”ujarnya dalam bahasa jawa


Bak tersiram air mendidih tak banyak kata yang kusampaikan, kecuali aku memintannya agar segera mengkomplain dan menggugat secara konkret dalam bentuk tuntutan hukum apabila foto bocah korban banjir Panti yang terpajang itu miliknya.

Selanjutnya, atas tanggapanku yang reaksioner itu Anam tak menjawab. Selain karena kutinggalkan, dua tokoh masyarakat yang kudampingi untuk menyaksikan foto pun meninggalkanya.


Aku yang sudah dipermalukan oleh Anam tak bisa berbuat banyak, kecuali pergi meninggalkan arena pameran seiring dengan kepegian para udangan. Diluar gedung berlantai tiga itu aku merenung sembari menghisap rokokku dalam-dalam.


Ditengah kegalaun hatiku yang dan sejuta rasa malu yang masih menmpel di mukaku, Danu Sukendro wartawan radar jember menghampiriku. Di ujung anak tangga lanti gedung ex BHS itu, ia mengklarifikaku soal foto yang kuikut dalam pameran itu.

“Itu Foto siapa, fotomu atau foto dia. Mengapa dia menyatakan seperti itu,”ujar Danu yang dalam penulisan berita ia membubuhkan inisial KEN.

Bak disabar petir kali keduanya, akupun menjawab, bahwa foto bocah korban panti itu murni miliku yang kuambil di hari ketiga (3/1/2006) bencana Panti terjadi.

Dari jawaban tersebut KEN tak lagi bertanya. Sebab dari jawabanku itu, ia menyimpulkan bahwa Anam memang tak pernah berubah. Proses pencarian eksistensi yang dijalani Anam belum berakhir. Hanya saja ia menyesalkan tindakan Anam yang mempertanyakan soal tersebut di hadapan publik.

“Aku kaget, kok bisa dia menyatakan soal itu. Paling tidak kalau ingin klarifikasi waktunya bukan saat itu. Aku yang bukan peserta pameran rasanya ikut sakit mendengar hal itu, diramaikan saja, biar gak biasa,”katanya.

Untuk diketahui, pada malam itu tak hanya KEN yang terperangah tindakan Anam, tetapi repoter radio El Shinta FM, Sigit juga terkaget-kaget melihat tindakan itu. Sementara reporter berta jatim.com, Oryza yang juga mendengar dari cerita Ken, Sigit soal itu kontan melontarkan pernyataan yang sama, Anam belum sembuh.

“penyakit lamanya meng-klaim hasil karya orang lain belum berakhir, yang pasti bukan hanya kamu yang pernah merasakan soal itu, aku dan Halim-pun pernah merasakan soal itu. Namun memang tindakanya yang terparah dilakukannya terhadapmu,”jelas Oryza.

Tidak ada komentar: