Rabu, 16 Agustus 2006

Meski jauh dari kesempurnaan dari metode penulisan. tulisan ini kupersembahkan untuk Bapakku di HUT RI ke 61. hal ini kulakukan sebagai ungkapan kecil dan tak setara atas perjuangan dan kasih sayangmu yang tetap kurasakan sampai detik ini.


Jember, 17 Agustus 2006 / 00.25 WIB

Kau Pejuangku

Di sudut kamar berukuran 3 X 2, 5 meter, berdiri seorang lelaki sedang menyandarkan tubuhnya di almari. Ia terlihat merintih kesakitan. Keringat dingin yang menelusuri tubuhnya, membuat ia merasa tak nyaman.

Rasa sakit yang dirasakan tak lain lain karena penyakit jantung coroner yang diidapanya. Maklum saja, di usianya yang sudah mencapai kepala tujuh, rasa sakit itu ia rasakan semakin menderu.

Kendati demikian ia tak mau pasrah, semangat berjuanganya melawan penyakit tersebut terus dikobarkanya. Meski sesekali nafasnya terasa sesak, ia tetap berjuang untuk lepas dari rasa sesak itu.

Sosok itu tak lain Pejuangku. Nama lengkapanya, Atim Sasmita. Ia dilahirkan di Pandaan – Bangil – Pasuruan 76 tahun silam, tepatnya 30 Januari 1930.

Pilihan hidupnya di kota suwar-suwir Jember bersama 5 orang anak dari 6 jumlah keseluruhanya, banyak menorehkan sejarah. Betapa tidak Ia yang sudah ditinggalkan lebih oleh pendamping setia mwenghadap Sang Khalik, ditahun 1998 tak menyurutkan langkahnya untuk tetap berkarya.

Hal itu bisa dilihat dari sekian kegiatan social yang digelutinya sampai detik ini berjalan dengan baik, meski semuanya di kendalikan dengan sisa satu tangan yang dimilikinya. Semisal Koperasi Veteran Republic Indonesia berkembang pesat saat ia menjabat, kemudian Korps Cacat Veteran Republik Indonesia yang dipimpinnya saat ini terlihat kian maju.

Dan yang lebih membanggakan lagi, meski ia harus menjadi single parent tak membuatnya luluh untuk memberikan seluruh dedikasi pada anak-anaknya yang kini telah merambat dewasa.

Baginya, 6 orang anak buah cintanya dengan Sunarmien gadis asal Solo sudah membuatnya bahagia. 4 orang anak laki-laki dan 2 perempuan dengan 6 cucu sampai tahun 2006 ini kian melengkapi kebahagiaanya sebagai orang tua.

Untuk diketahui, laki-laki yang tercatat sebagai purnawiran ABRI dengan pangkat terakhir sersan mayor (serma) ini, adalah salah satu veteran perang yang sudah merelakan tangan sebelah kanannya diamputasi pascapeluru pasukan KNIL Belanda menembus pada tahun 23 Juli 1949 di Desa Panduman – Kecamatan Jelbuk.

Namun, meski dengan satu tangan semangat berjuang mantan prajurit TNI di BAT 26. BE 18. DIV K.W.I tak pernah padam. Dengan satu tangan tersebut ia telah mampu mencetak ke enam orang anaknya menjadi manusia yang siap bersaing dengan masa depan. (meskipun masih jauh dari kesempurnaan)

Mengedepankan pendidikan dan pelajaran budi pekerti untuk ke 6 anaknya rupanya menjadi rumus yang takan pernah terhapuskan oleh mantan karyawan Radio Republik Indonesia (RRI) di tahun 1956 -1968.

Tak ayal meski syarat bumbu pendidikan ala militer, ke 6 orang anaknya kini telah menapak hidup dengan pilihannya masing-masing. Lihat saja buah dari ajarannya selama anak pertamanya, Eny Dwiyati sukses mengelola bisnis di bidang transportasi.

Selanjutnya anak kedua Triyatno, berkat pendidikan ala militernya tanpa disengaja telah mencetak satu perwira di jajaran Polres Jember. Kemudian Anak ketiga, Agus Sulistyo, menjadi salah satu staff di pusat penelitian kopi dan kakao berkat ilmu elktro yang diajarkanya.

Dan anaknya keempat, Yuni Sulistyowati tanpa diprediksikan sukses di bidang wiraswasta konfeksi berkat ilmu keuletan yang diajarkanya.

Tak jauh beda dengan anaknya yang ketiga Agus Sulistyo, berkat ilmu elktro yang di tularkan, anak ke lima Atim Sasmita, Meidianto mampu menapak sukses di Jakarta menjadi salah satu karyawan di perusahaan jasa computer yang bergerak di bidang perawatan pada beberapa jaringan (anjungan tunai mandiri) ATM "Wahana Inovasi".

Selanjutnya keberhasilan mendidik anak-anaknya itu terlihat juga pada anaknya yang paling bungsu, meski si bungsu hanya duduk sebagai seorang wartawan, namun pelajaran hidup yang diberikan olehnya (Atim Sasmita) cukup mendewasakan anak terakhirnya ini menjadi orang yang selalu siap dengan segenap persoalan hidup.

Semoga, berkat perjuangan disertai dedikasi tinggi, sosok veteran tua tersebut, kian bahagia.

“Salam Hormat Untuk Bapakku. Merah Putih Selalu Berkibar Di Hatimu"

“Semoga Perjuangan Di Tempo Dulu Tak Membuatmu Kecewa”.

Merdeka

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Bravo buat Sang Guru
Aku adalah salah satu anak didik dari sekian banyak anak didik beliau.
Aku adalah salah satu orang yang berhasil menapak keras kehidupan ini berkat ilmu elektro dari sang guru
Aku adalah salah satu orang yang bangga dari sekian banyak orang yang bangga terhadap beliau,beliau bukanlah insinyur elektro, tetapi dengan pengalaman dan kursus elektro fundamental beliau berhasil mencetak insinyur2 elektro yang lain
Aku adalah orang yang bebas dari pengangguran berkat didikan beliau.
Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang angkat topi akan perjuangan beliau, meski dengan tangan satunya beliau bisa menjalani kehidupan ini bahkan termasuk orang yang disegani, dihormati, dan dicintai oleh orang banyaK.
Aku kebetulan bukan asli orang jember. Orang jember begitu mengenal sosok ATIM SASMITO, tidak akan kesulitan mencari kediaman beliau karena beliau begitu dikenal oleh masyarakat jember,padahal bukanlah seorang pejabat tinggi, bukan konglomerat, setiap anda bertanya pasti orang akan langsung menunjukkan rumah Pak Atim yang tangannya satu, yang veteran perang, yang ketua cacad veteran, yang mantan ketua koperasi Primkoveri, yang buka kursus elektro, dan yang-yang....lainnya, begitu banyak predikat yang beliau sandang, ini menunjukkan bahwa beliau tidak menyerah dengan kekuranggannya tetapi menjadikan kekurangan itu sebagai kekuatan.
BRAVO BUATMU SANG GURU
AKU BANGGA MENJADI SALAH SATU ANAK DIDIKMU....
SEMOGA GURU TETAP KUAT MELAWAN PENYAKITNYA.....DAN SEMOGA LEKAS SEMBUH GURU....

Sang Murid yang selalu bangga denganMu

Anonim mengatakan...

Didik Jeliteng

Woow,,,,hebat yo bapake sampean!!!!
Keturunane ono seng nerusno bapake......
Militer wes ono seng polisi
Elektro meski gak sama buka kursus,,tetapi kerjaane nyambung karo elektrone....
Emang warisan yang paling berharga adalah warisan ilmu jeh.....
Salam buat bapak pejuang yo....

Anonim mengatakan...

Itulah hidup mas.....sayang ya profil sang pejuang kurang lengkap..aku suka loh ngebaca otobiografi2 orang terkenal...seperti sukarno, mahatma gandi,gobel, suharto...karena aku ingin belajar dari mereka lewat buku2 dalam menghadapi perjuangan hidup...meski bapak mas (sang pejuang) bukan orang yang terkenal banget tapi aku pingin belajar lewat tulisan mas,,,bagaiman sang pejuang menghadapi realita hidup yang dengan keterbatasannya sampai bisa mendewasakan putra-putrinya..aku ingin belajar dari semangat hidup beliau....tengs ya mas kalau mau melengkapi blogernya dengan profil beliau yang lebih lengkap....merdeka...salam buat bpk Atim Pejuang Sasmito

Anonim mengatakan...

Bener day kata mbak Neny, dah ok sih sebenarnya cuma lengkapin aja lagi.
Foto2nya kok cuma satu ya ?