Sabtu, 21 Juli 2012

Sang Pejuang Telah Mendapatkan Kemerdekaan Hakiki

Jember - Selasa 17 juli 2012, pukul 02.00 WIB hingga Rabu sore 18 Juli 2012 sekitar pukul 14.00 wib hujan mengguyur kota Jember. mendung menyelimuti Jember pekat sekali. Saat itu, rumah anggota LVRI (legiun veteran republik Indonesia), Atim Sasmita, di Jl Panjaitan II/50 juga tak luput dari guyuran hujan. Dan seperti hari-hari biasa, situasi di rumah tersebut berjalan normal. Hanya saja sore itu perbedanya, rutinitas pria usia 82 tahun yang selalu berdiri di depan pagar rumah sembari menerawang jauh ke depan tak terlihat. pagar berwarna abu-abu ukuran 150 centi meter berdiri sendiri tertanam pada tembok pagar warna putih, tanpa ada yang memegangi. Kesendirian pagar bercat abu-abu tersebut tak lain karena pria yang biasa dipangil kukung cucunya itu telah berpulang ke sang khalik. Rabu Pon 18 juli 2012, pria yang pernah turut angkat senjata pada masa penjajahan belanda meninggal dunia pada pukul 15.30 WIB. Dia berpulang ke rachmatullah meninggalkan 6 orang anak terdiri dari 4 putera laki-laki, dan dua perempuan serta ke 9 cucu dan 1 bakal calon cucu yang kini masih berada dikandungan anak menantu dari putra bungsunya. Guyuran hujan pada Rabu 18 Juli 2012 yang terhenti sekitar pukul 14.00 WIB berubah menjadi hujan tangis. putera dan putri pejuang kemerdekaan yang sudah merelakan satu tangan kanannya menjadi tumbal negara itu tak hentinya menangis meratapi kepergian sang pejuang untuk selamanya. Sang pejuang yang dilahirkan di Kabupaten Pasuruan 30 januari 1930 dari pasangan Husen dan Salamah di makamkan di TPU Kebonsari Kamis Wage, 19 Juli 2012 pukul 09.00 WIB. sang pejuang dimakamkan 100 meter sebelah barat makam istrinya, Sunarmien, yang meninggal pada Sabtu Wage 5 juli 1992 dan dimakamkan Minggu Kliwon 6 Juli 1992. Meski tak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP), namun penghormatan untuk sang Pejuang pada rabu itu selayaknya didapatkan sebagai seorang yang pernah ikut merebut kemerdekaan.keranda jenazah dikawal foreider Sat Lantas Polres Jember selanjutnya di buntuti barisan panjang pelayat. Selamat Jalan Bapak, Selamat Jalan Pejuangku, dedikasimu untuk negara Indonesia dan keluarga sangat luar biasa. kini , kau telah dapatkan kemerdekaan yang hakiki. tak ada lagi derita sakit kebocoran jantung, tak ada lagi derita diabetes, dan tak ada lagi sesak nafas yang biasa kau keluhkan pada malam hari. Maafkan putera-puterimu jika pengabdian sebagai anak belumlah jauh dari kata cukup. kini kami tak lagi bisa merawatmu secara fisik. namun lantutan do'a dan baca'an suratul yassin serta tahlil sebagai ganti tanda wujud pengabdian kami.(*)

Tidak ada komentar: